SITANGGANG.net
Teringat ketika masih berumur 6 tahun di Samosir. Kala itu, libur panjang naik kelas. Seperti biasa, sebagai Anak Medan produk Samosir, aku berangkat sendiri naik Sampri ke Samosir.
Ngga peduli, yang jelas, berangkat dari loket di Medan, maka sampainya pasti di simpang rumah, maka pikiran ku kalau sudah duduk di dalam mobil, wajib sampai di rumah 'Parhasapi' (Julukan ompung ku).
Waktu itu, aku kerap berangkat naik Rahayu 103 dari Simpang Jalan Belat Medan menuju loket sampri yang belakangan ternyata disebut Simpang Pos.
"Stasiun Sampri ya bang," itulah kalimat yang berulang-ulang ku ucapkan kepada Bang Supir kala itu. Pokoknya dalam benakku, ketika sampai di stasiun Sampri maka bayangan kampung halaman telah mampir di benakku.
Bicara tentang Samosir, maka hal yang paling bergema di ingatanku, adalah bermain bola dan selimut. 😁😁
Bertemu rekan sejawat dan mengelana adalah hobby yang tak terlupakan. Apalagi dengan kondisi tubuh manghitiri seolah bergidik membuatku terasa di kutub bumi.
Tepat malam ini, Jumat (22/01) kondisi itu menghampiriku. Membuatku teringat kenangan tempo dulu. Ago jo... gabe hu ingot angka pangaloho tikki dakdanak.
Onan lama, dulu lokasinya di Open Stage menjadi saksi kenakalan ku. Kereta Sorong Bapa Uda menjadi kendaraanku menghantam barang dagangan sanak famili saat itu. Haha... 😅
Malam ini, cukup dingin. Malam yang mengingatkan kenangan itu. Malam yang membuatku harus menarik selimut.
Meski demikian, dahulu selimut menggeluti tubuhku sendiri. Kalau saat ini, maka selimut itu akan membalut dua tubuh yang saling mencintai. Selimut yang menutupi kemanjaan dua insan yang telah dipersatukan Sang Ilahi.
Ah.. malam ini, tak bisa kupingkiri, aku harus katakan terimakasih kepada Sang Cuaca. Engkau ingatkan aku masa-masa kecilku dulu. Semua ini terjadi karena Kasih Sang Ilahi. Tuhan memberkati kita semua, ini ceritaku. 😁