Sitanggang Pos - Samosir
Menjelang akhir tahun biasanya banyak pekerjaan yang mendesak. Mungkin hal itu disebabkan menyempitnya waktu. Dalam satu momen, kesempitan itu bisa berubah menjadi kesempatan. Jadi teringat sebuah lagu dengan sepenggal bait di dalamnya menyebutkan, "nang namorai tarbahen Ibana do pogos, nang na pogosi tarbahen Ibana do mora. Ala tung pasahat ma langkam tu Debata.., dst"
Keterdesakan itu kemudian dijadikan alat untuk mencari "sesuap" nasi. Ada yang aneh kadang jika dalam penilaianku sendiri. Ketika sesuatu pekerjaan itu datang dengan iming-iming jasa bayaran dengan sejumlah uang maka dengan gesitnya kita akan melakukan pekerjaan itu.
Namun jika itu hanya sebuah keiklasan saja, jangan harap semua berjalan dengan baik. Pekerjaan keiklasan dalam dunia nyata dominan terjadi pada hal-hal yang menyangkut dengan gerejawi. Semisal ketika kita ditugaskan untuk melakukan sesuatu bagi kepentingan gereja yang pada ujungnya adalah untuk kemuliaan Tuhan, maka jangan berharap akan ada bayaran dengan rupa uang.
"Keiklasan" adalah hal yang mutlak bagi Tuhan, sebagaimana Ia begitu iklas mempersembahkan tubuhNya untuk menebus dosa manusia.
Kata "iklash" itu kemudian menjadi momok menakutkan bagi manusia-manusia yang mendewakan uang. Di satu sisi ia ingin disebut sebagai orang saleh, namun disisi lain ia tak ingin mendapatkan rugi karena hal itu.
Berkorban untuk Tuhan berbeda dengan berusaha untuk manusia. Dengan mendapat kesempatan bernafas, menjalani hidup normal hingga terus bekerja dengan tenang dan damai, sesungguhnya adalah anugerah yang luar biasa dariNya.
Itu pun kadang tak kita ingat. Sehingga kita pun begitu tega harus meraup keuntungan ketika bekerja untuk Tuhan. Menurutku, Tuhan bukan tidak bisa bekerja sendiri, namun Tuhan ingin melihat kesungguhan manusia itu melalui Implementasi yang pernah dibuatNya.
Ada tertulis,
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Matius 6:33)
Oleh: A. Jeremia Sitanggang