Donald Trump |
Sitanggang Pos - Amerika Serikat
Ternyata dari wajah seseorang dapat terungkap bagaimana gaya dan karakter seseorang dalam memimpin. Hal itu terungkap dari penelitian yag dilakukan Cass Business School.
Lembaga itu mempelajari berbagai bidang, seperti endokrnologi, genetika, psikologi, dan psikiatri dalam menilai kepemimpinan dan faktor individu yang menentukan keberhasilan kepemimpinan.
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat yang baru dilantik pun menjadi salah satu objek penelitian mereka. Wajah Donald Trump yang diteliti menunjukkan bentuk yang maskulin, terlihat tua, dan lebar, di mana faktor tersebut kemungkinan menyiratkan keterampilan kepemimpinannya.
"Mereka yang memiliki rasio tinggi seperti Trump, cenderung lebih agresif, dominan, dan kuat," kata asisten profesor di Cass Business School, Dr Oguz Ali Acar, seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (22/1/2017).
Ciri itu kata Acar merupakan orang yang memiliki kemampuan negosiator yang baik dan secara finansial lebih sukses. Adanya hubungan positif antara lebar wajah CEO laki-laki berbanding dan tingginya atau face with high width-to-height ratio (FWR), dengan kinerja keuangan perusahaan.
Namun sisi lain dari model wajah seperti itu berkaitan dengan perilaku yang tidak etis (sopan) serta ekploitasi atas kepercayaan orang lain.
Kemudian wajah maskulin seperti yang dimiliki Trump, sering dilihat sebagai sosok yang mendominasi. Individu dengan fitur wajah tersebut juga berkembang dalam lingkungan yang kompetitif. Meski demikian, mereka yang memiliki wajah maskulin dinilai kurang dapat dipercaya dan tidak disukai dalam hal-hal kooperatif.
Salah satu hal yang justru membuat Trump menang ungkap Acar, adalah ancaman teror di seluruh dunia. Trump dianggap mampu mengantisipasi aksi teror.
Meski wajah suami dari Melania Trump ini terlihat tua dan sering diasosiasikan dengan kompetensi, jenis pemimpin seperti ini kurang disukai di masa perubahan.
Wajah Trump dengan fFWR yang tinggi juga dapat berdampak pada hubungan dengan para pemimpin internasional. "Dominasi terkait fWHR bisa menjadi pedang bermata dua." tambah Acar.
Menurut Acar, hal itu justru dapat menjadi aset bagi warga AS. Seperti mengamankan kesepakatan yang lebih baik dalam negosiasi internasional.
"Di sisi lain, hal itu dapat menyebabkan konflik atau bahkan krisis kebijakan luar negeri ketika pemimpin lain juga dominan," ungkap Acar.
Acar mengatakan, tingginya fWHR Donald Trump mungkin juga relevan dengan peran gandanya sebagai seorang pengusaha.
"Saat ini belum jelas rencana Trump tentang kepentingan bisnisnya. Namun, berdasarkan karakteristik wajahnya, Trump diyakini menjaga kendali sebanyak mungkin atas organisasinya dan tidak berkompromi," pungkas Acar.
Sejatinya pemimpin dapat memiliki efek yang kuat terhadap kita, sehingga Acar mengaku, sangat penting untuk memahami apa yang membuat mereka tergerak. (S-01)