Sitanggang.net
Sore itu, dua pria yang mengendarai sepeda motor melaju kencang dari arah tomok menuju kota pangururan. Kedua pria terlihat tampak begitu serius bercerita diatas "kuda biru" merk yamaha sesekali senyum dan tawa meledak disela pembicara mereka berdua.
Sekitar dua puluh lima menit perjalanan mereka berlangsung, tiba-tiba hujan lebat terjadi, tanpa dikomandoi, mereka menepi disebuah kedai di Desa ..... Kecamatan Simanindo yang sudah tutup untuk sekedar berteduh menanti hujan lebat reda.
Dikedai, cerita kedua pria itu kemudian kembali berlanjut seolah cerita tak pernah berkesudahan. Lantaran cerita berlanjut dengan suara yang keras karena kondisi hujan lebat, sang penghuni rumah penasaran dan membuka pintu rumah yang memang menyatu dengan kedainya.
Helbos Sitanggang salah seorang pemuda itu segera menyapa Ibu pemilik rumah dan memesan kopi dan aqua. "Baen jo kopi ito. Aha pesananmu bang, kopi do tong manang teh manis," tanyanya menawari temannya.
"Aqua ma di au anggi," jawab temannya bernama Marcopolo Sitanggang yang tak lain adalah saya sendiri.
Ibu muda boru Sidabalok itu kemudian membuatkan pesanan sembari berbincang-bincang dengan kami, tutur katanya yang lembut, keramahan yang ditunjukkan kepada kami membuat suasana saat itu sangat kondusif. Aroma kekeluargaan semakin erat tatkala kami mengenalkan diri kepadanya.
"Doli-doli dope hamu ito, na mar malam minggu do hamu, nasian dia do jala marga aha hamuna?," kata Istri marga Nainggolan itu kepada kami.
"Au marga Sitanggang ito, nunga marumah tangga hami. Na sian lontung do hami lao mulak tu pangururan, na tompu do ro hudan makana gabe singgah hami di son. Ai hamu boru aha ito?," jawab Helbos sambil bertanya lagi.
Belum di jawab, si ibu kemudian bertanya juga kepada saya, dan jawaban yang saya berikan sama seperti jawaban Helbos Sitanggang.
"Au boru Sidabalok, anggo lae muna marga Nainggolan" tuturnya menjawab ramah.
Pembicaraan terus berlanjut, mulai tentang Gereja, punguan dan hingga sampai ke persoalan sekolah. Boru Sidabalok yang kami baru kami kenal ini benar-benar menunjukkan sikap ramah yang luar biasa. Keramahannya seolal menjadi gambaran keharmonisan keluarga mereka.
Beberapa saat kemudian, suami wanita yang memiliki 4 anak itu datang dan bergabung bersama kami. Disini juga kami melihat adanya keramahan yang setara dengan istrinya.
Hal yang unik menurut kami adalah, ketika lae pria yang berkedudukan sebagai kadus di desa itu hendak makan, tanpa sungkan ito Sidabalok itu juga mengajak kami untuk ikut menikmatai makan malam.
Ditawari makan, Helbos sendiri menolak dengan ramah dan menawarkan saya sendirian makan bersama lae Nainggolan.
"Mangan majo hamu da ito rap dohot lae muna on," tawar Br. Sidabalok itu dengan ramah.
Sembari menikmati makan malam kami bertiga, Lae Nainggolan sang pemilik rumah, saya dan Helbos Sitanggang kembali larut dalam pembicaraan. Sesekali tawa dan canda muncul dalam pembicaraan kami.
Dari pengalaman itu, ada pembelajaran yang kami temukan, keramahan yang muncul ternyata tidak memandang status, kedudukan, bahkan marga. Meski bukan marga Sitanggang, tapi boru Sidabalok menganggap kami sebagai ito kandungnya sendiri, keramahan yang diperlihatkan menjadi sesuatu berharga.
Inilah yang haris ditunjukkan masyarakat samosir ke depan, dengan melihat program pemerintah tentang Danau Toba, tentunya samosir akan menjadi salah satu kawasan unggulan pariwisata di Sumut bahkan di Indonesia. Wisatawan akan terus keluar masuk, samosir akan menjadi lalulintas wisatawan.
Disini pula sifat keramahan itu sangat dibutuhkan, sebagaimana sikap yang diperlihatkan Ito boru Sidabalok tadi, dipastikan wisatawan akan menjadi betah untuk tinggal berlama-lama di Samosir. Sikap itu akan melelat dan menjadi oleh-oleh terindah buat wisatawan.