Presiden Filipina Rodrigo Duterte | foto: net |
Sitanggang Pos - Manila
Rancangan undang-undang (RUU) baru tentang perang melawan narkoba di Negara Filipina merekomendasikan anak usia sembilan tahun dibunuh jika terlibat kejahatan narkoba.
Aturan itu dibuat sebagai bentuk keseriusan yang luar biasa dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam memerangi narkoba Negara yang dipimpinnya. Bahkan Duterte sendiri bersumpah akan membunuh anaknya sendiri jika terbukti terlibat narkoba.
Perang terhadap narkoba di Filipina sudah berlangsung tujuh bulan dengan korban tewas mencapai sekitar 7.000 jiwa. Para korban tewas adalah para gembong dan pecandu narkoba yang dituduh melawan saat akan ditangkap.
Namun, akibat ambisi tersebut, selain penjahat narkoba, dalam beberapa kasus, anak-anak yang tidak berdosa pernah menjadi korban dan tewas saat terjadi baku tembak.
Pada bulan Agustus lalu, seorang gadis 5 tahun bernama Danica May Garcia ditembak oleh penyerang tak dikenal yang datang untuk membidik kakeknya, seorang tersangka narkoba.
Ketika para penyerang memasuki rumahnya, kakeknya mencoba melarikan diri melalui pintu belakang. Danica, yang keluar dari bak mandi, diterjang peluru yang menembus tengkuknya dan keluar melalui pipi kanannya.
Tidak lama setelah itu, seorang anak berusia 4 tahun sengaja ditembak dalam operasi "buy-bust" yang sebenarnya membidik ayahnya, seorang tersangka narkoba. Kedua kasus kematian bocah cilik itu telah memicu kemarahan publik, tapi tidak ada perubahan kebijakan dari Presiden Duterte atau timnya.
Saat ini, Duterte dan sekutu politiknya mendukung RUU yang menurunkan usia pertanggungjawaban pidana dari 15 tahun menjadi sembilan tahun. Dengan kata lain, anak yang baru berusia sembilan tahun dapat dihukum pidana termasuk dibunuh jika terbukti melakukan kejahatan narkoba.
Langkah ini menurut Duterte sebagai cara untuk memutus “generasi penjahat” di jalurnya. “Pencuri yang seusia anak sekolah dan gembong narkoba harus diajarkan tanggung jawab,” tegasnya, sebagaimana dikutip dari Washington Post, Selasa (28/2/2017).
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia dan kelompok pendukung kesejahteraan anak mengecam RUU yang didukung Duterte ini. Membidik bocah usia 9 hingga 11 tahun atau 13 tahun, dianggap adalah kejam dan kontraproduktif.
"Perang terhadap narkoba telah (menimbulkan) kekerasan, penyiksaan, eksekusi dan pembunuhan di luar hukum yang telah digunakan untuk membasmi orang-orang yang dicurigai sebagai pengguna narkoba," ucap Rowena Legaspi, direktur eksekutif Children’s Legal Rights and Development Center, yang mendokumentasikan pembunuhan perang narkoba.
RUU ini, kata Rowena merupakan upaya untuk memperluas kampanye “kriminalisasi” anak di bawah umur dan”melegitimasi” kekerasan yang dipimpin negara terhadap anak-anak.